Review – Lamaran (2015)
Apa jadinya jika cewek berdarah batak
dipaksa pacaran dengan cowok tak punya marga, alias bukan batak tapi
berasal dari Jawa Barat, orang Sunda? Pertanyaan inilah yang nantinya
coba dijawab oleh ‘Lamaran’, tapi karena statusnya komedi, jangan dulu
berharap kita akan mendapatkan jawaban yang serius. Monty Tiwa, yang
namanya sudah melekat dengan film-film komedi romantis, dipercaya oleh
Rapi Films untuk menggarap ketidakseriusan di ‘Lamaran’, berharap
setidaknya film ini bakal menghasilkan kualitas kelucuan yang sama
baiknya dengan karya Monty sebelumnya, ‘Test Pack: You Are My Baby’ (2012). Di ‘Lamaran’ Monty tak hanya akan dipertemukan lagi dengan Acha Septriasa, tapi juga dipasangkan lagi dengan penulis ‘40 Hari Bangkitnya Pocong’,
Cassandra Massardi, yang terakhir kali pernah bekerjasama dengan Monty
Tiwa di ‘Get Married 3’ pada tahun 2011. Hadir juga Mak Gondut, yang
lagi-lagi memerankan sosok Ibu yang suka jodoh-jodohkan anaknya, sama
seperti di ‘Demi Ucok’.
Melihat premisnya, ‘Lamaran’ ini memang tampak menjanjikan, ditambah
pula dengan deretan pemainnya, disana ada Acha dan Mak Gondut, sekarang
semua tergantung Monty, apakah dia akan mempertontonkan film komedi yang
lucunya setengah matang atau yang sukses membuat saya terbahak-bahak,
seperti di ‘Test Pack: You Are My Baby’.
Saya sebetulnya sempat dibuat ragu oleh
‘Lamaran’, butuh waktu sebentar untuk beradaptasi dengan sajian komedi
yang ingin disodorkan oleh Monty, jika boleh jujur, 30 menit sejak saya
melihat Mongol main tembak-tembakan dan kemudian berlanjut dengan plot
agen mata-mata yang coba merekrut Tiar (Acha Septriasa), untuk
membongkar sebuah kasus besar, saya sama sekali belum “konek” dimana
lucunya ‘Lamaran’. Saya merasa ‘Lamaran’ terlalu punya banyak ide yang
justru malah membebani penceritaannya, alih-alih kelihatan sederhana,
paruh pertama film ini begitu ingin terlihat kompleks dengan berbagai
tempelan ini dan itu, yah mulai dari percobaan pembunuhan, kasus korupsi
dan intrik politik. Tapi bukan berarti saya langsung memalingkan wajah
lalu tak peduli dengan ‘Lamaran’, saya masih punya kesabaran dan
membiarkan Monty Tiwa bekerja, melihat apa yang dia inginkan dengan film
komedi-romantisnya. Sambil mengamati satu-persatu karakternya yang
diperkenalkan ala-kadarnya, termasuk juga dengan Tiar serta pacar
bohong-bohongannya, Aan (Reza Nangin) yang super-polos. Untungnya di
sela-sela proses adaptasi saya, hadir Mak Gondut yang sesekali mampu
menjadi pelipur lara, dikala saya masih mencari-cari dimana letak
kelucuan ‘Lamaran’.
Paruh pertama ‘Lamaran’ membuat saya
penuh kegalauan, penuh keragu-raguan karena saya belum bisa menemukan
lucunya film ini tuh dimana. Pada akhirnya membuat pikiran saya
terbebani bayangan terburuk kalau saya tidak akan suka dengan ‘Lamaran’.
Anyway, aksi Arie Kriting dan Sacha Stevenson bermain agen
mata-mata pun makin memperbesar rasa ragu saya, walaupun untungnya belum
sampai ke tingkatan karakter yang mengganggu. Di tengah keraguan yang
waktu itu sedang berkecamuk, pikiran yang bercampur tak menentu, antara
ingin terus lanjut atau keluar dari bioskop, saya tiba-tiba ingat pesan
guru agama sewaktu di SD dulu, jika sedang ragu coba mengadu pada Tuhan,
berdoa minta supaya diberi petunjuk arah yang benar. Saya melakukan
itu, mengangkat kedua tangan tidak terlalu tinggi dan berdoa dalam hati,
saya juga tidak mau mengganggu penonton lain yang sedang khusu nontonnya—saya sedang tidak bercanda, saya berdoa itu benar-benar true story. Berkah
bulan puasa, doa saya manjur dan cepat terkabul, ‘Lamaran’ yang diawal
tampak meragukan, kemudian lambat laun mulai terlihat lucu, setidaknya
film ini sudah sanggup memecah kebisuan saya selama setengah jam lebih,
dan merubahnya jadi tawa-tawa kecil yang renyah yang keluar dari mulut
saya.
Walaupun tidak semua adegan-adegan
komedi di ‘Lamaran’ berhasil menggelitik saya untuk pada akhirnya
tertawa dengan ikhlas, beberapa tawa yang muncul di paruh kedua adalah
bukti jika saya masih bisa terhibur oleh apa yang dikerjakan oleh Monty
Tiwa. Bisa membuat saya tertawa saja sudah merupakan pencapaian yang
luar biasa untuk film ini, karena saya orang yang lebih mudah diajak
takut, ketimbang dipaksa-paksa untuk tertawa. Jadi terima kasih untuk
‘Lamaran’ yang setidaknya sudah berusaha keras dan pantang menyerah
dalam usahanya untuk membuat saya hahaha dan hihihi. ‘Lamaran’ beruntung
punya Mak Gondut yang selalu sanggup menghadirkan tawa dengan lawakan
yang terkesan tidak dibuat-buat, kala sebagian lawakan di film ini
kadang memang dirasa tak cocok dengan selera humor saya. Begitupula
dengan Acha Septriasa yang sekali lagi tak hanya memperlihatkan dia
mampu tampilkan kualitas akting yang hebat, tapi bisa juga tampil kocak
di beberapa adegan. Sayangnya, kali ini saya merasa chemistry-nya dengan Reza Nangin kurang digali lebih dalam, oleh karena itu bagian romantis pun agak terasa hambar. Well, kehambaran
tersebut untungnya masih bisa saya hiraukan, toh ‘Lamaran’ tetap mampu
membuat saya tertawa dan terhibur. Tak istimewa tapi tetap bisa
dikatakan film komedi romantis yang cukup menyenangkan, apalagi
melihat Mak Gondut yang kocak sekali.
http://raditherapy.com/2015/07/review-lamaran-2015/
0 komentar :
Posting Komentar