Cognitive Psychology tells us that the unaided human mind is vulnerable to many fallacies and illusions because of its relliance on its memory for vivid anecdotes rather than systematic statistics. ~Steven Pinker
Kemarin saat saya memasang komentar di Facebook terkait pemanfaatan data untuk menguji asumsi dan perspektif kita akan dunia yang seringkali salah, saya diingatkan oleh mentor saya, bang Saiful Mahdi, bahwa tanggal 26 September adalah Hari Statistika Nasional. Selamat Hari Statistika Nasional kepada para ahli statistik dan mereka yang menikmati bercengkerama dengan data, penelitian dan percobaan.
Dalam kondisi seperti saat ini, di mana saya melihat masih banyak orang yang begitu mudah terpengaruh oleh opini dan berita yang tidak teruji dengan data, tidak terbiasa bersikap skeptis termasuk terhadap pemikiran sendiri dan berusaha mencari data pembanding, maka saya berharap para statistikawan bisa berdakwah tentang pentingnya [dan serunya] melihat data dalam bahasa yang mudah dipahami masyarakat luas.
Saya juga punya harapan agar mereka yang berada dalam posisi-posisi yang membutuhkan pengambilan keputusan dapat menyadari bahwa banyak alat-alat ilmiah yang tersedia untuk membantu mereka. Salah satu yang terkuat adalah Controlled Experiment, atau Percobaan Terkendali. Dalam dunia pendidikan pun sering terjadi, baik di tingkat sekolah maupun tingkat negara, keputusan besar diambil tanpa berlandaskan data. Semoga hal ini mulai dapat diubah.
Kita sering dengar pernyataan, “Buat anak kok coba-coba?” Benar, tapi tidak sepenuhnya. Seringkali justru perlu dilakukan percobaan terbatas dan terkendali dalam dunia pendidikan sekalipun. Di bawah ini ada tulisan yang menurut saya bagus, tentang pentingnya menerapkan percobaan terkendali dalam berbagai pengambilan keputusan secara lebih luas. Mengapa? Karena berbagai kemajuan ilmu pengetahun telah membuktikan, seringkali naluri atau “akal sehat” manusia tentang fenomena yang ada di dunia ini ternyata berkebalikan dengan kenyataannya. [Contoh: matahari mengelilingi bumi, atau bumi mengelilingi matahari?] Baru sesudah percobaan ilmiah membuktikan sebaliknya, maka “akal sehat” komunal pun berubah menyesuaikan. Silahkan baca lebih lanjut...
Selamat Hari Statistika Nasional!
Percobaan Terkendali
Timo Hannay
Direktur Pengelola, Digital Science, Macmillan Publishers Ltd.
Salah satu konsep ilmiah yang akan menguntungkan banyak orang apabila dipahami dan dimanfatkan adalah konsep yang telah berhasil mendirikan bangunan ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu: controlled experiment, atau percobaan terkendali.
Ketika seseorang yang bukan ilmuwan diminta membuat keputusan, tanggapan naluriahnya biasanya adalah melakukan refleksi pemikiran atau mengadakan rapat. Metode ilmiah menuntun kita untuk selalu mengadakan percobaan terkendali yang tepat setiap kali ada kesempatan yang memungkinkan. Keunggulan pendekatan percobaan terkendali telah ditunjukkan bukan hanya oleh fakta bahwa ilmu pengetahuan telah menunjukkan begitu banyak hal tentang dunia, namun juga fakta bahwa berbagai konsep pengetahuan yang terungkap - semisal Prinsip Kopernikus, Relativitas Umum, Mekanika Kuantum - ternyata berkebalikan dengan intuisi kita.
Ketika kita menyambut kebenaran yang terdefinisikan oleh percobaan [dan bukannya naluri, atau kesepakatan, atau senioritas, atau ilham, atau yang lainnya], maka kita telah melepaskan diri dari batasan prekonsepsi, praduga dan kurangnya imajinasi. Pengalaman ini juga membebaskan kita untuk mengapresiasi alam semesta dalam makna yang lebih jauh daripada apabila kita hanya menggantungkan pada intuisi belaka.
Maka sungguh sayang apabila percobaan terkendali hanya dilakukan oleh para ilmuwan. Apa yang akan terjadi apabila para pebisnis dan pembuat kebijakan menghabiskan waktu lebih sedikit untuk bergantung pada naluri atau pada debat yang didasarkan pada informasi yang tidak utuh, lalu menghabiskan lebih banyak waktu menyusun langkah-langkah yang lebih objektif untuk menentukan jawaban dan solusi-solusi terbaik? Saya kira hal itu akan menuntun pada keputusan-keputusan yang lebih baik.
Pada beberapa area, percobaan terkendali sudah mulai dimanfaatkan lebih luas. Beberapa perusahaan daring, seperti Amazon dan Google, tidak berdebat panjang tentang bagaimana mendesain laman daring mereka. Mereka justru melakukan percobaan terkendali dengan menunjukkan berbagai versi laman kepada kelompok pengguna yang berbeda-beda, sampai iterasi yang mereka lakukan berujung pada sebuah solusi optimal. Dengan jumlah pengunjung begitu besar yang mereka dapatkan setiap hari, tes-tes seperti ini dapat dilakukan dalam hitungan singkat. Tentu saja mereka juga tertolong oleh kenyataan bahwa jaringan Internet sungguh kondusif untuk mengumpulkan data secara cepat dan melakukan perubahan rancangan produk/layanan. Tapi mereka juga lebih tertolong oleh kenyataan bahwa seringkali para pemimpin mereka memiliki latar belakang teknik atau sains sehingga lebih terbiasa mengadopsi pola pikir ilmiah, atau pola pikir eksperimental.
Kebijakan pemerintahan - mulari dari metode mengajar di sekolah, hukuman bagi para narapidana, sampai tingkat perpajakan - juga dapat dibuat lebih baik dengan menggunakan percobaan terkendali. Bila membaca kalimat ini, mulai banyak orang yang merasa tidak nyaman membayangkannya. Membayangkan menjadi subjek sebuah percobaan pada suatu hal yang sangat kritis dan kontroversial seperti pendidikan anak-anak ktia, atau penghukuman para pelaku kejahatan, seakan menantang perasaan kita akan keadilan dan prinsip terdalam kita bahwa setiap orang harus diperlakukan sama seperti yang lainnya. Apalagi dengan percobaan terkendali di mana ada kelompok eksperimen dan kelompok kendali, maka salah satu tentu merugi, bukan? Tidak. Karena kita tidak tahu kelompok mana yang akan menjadi lebih baik, dan justru itulah alasan kita mengadakan percobaan. Hanya ketika sebuah percobaan terkendali dengan informasi yang cukup tidak dijalankan, maka kita bisa melihat kerugian sesungguhnya: generasi masa depan yang tidak jadi mendapatkan manfaat dari hasil percobaan yang tidak dilakukan. Alasan sesungguhnya mengapa banyak orang merasa tidak nyaman sebenarnya sederhana, yaitu karena kita belum terbiasa melihat percobaan terkendali dilakukan di berbagai area publik. Mari kita lihat dunia medis dengan percobaan klinisnya. Kita sudah terbiasa menerimanya, padahal area itu justru menyangkut hidup dan mati.
Tentu saja percobaan bukanlah sebuah obat dewa. Percobaan terkendali tidak dapat menunjukkan pada kita apakah seorang terdakwa itu bersalah atau tidak bersalah. Lebih jauh lagi, hasil percobaan seringkali tidak konklusif. Pada keadaan demikian, seorang ilmuwan dapat dan biasa berkata bahwa ia tidak yakin pada hasilnya, namun seorang pengusaha atau pembuat regulasi mungkin tidak punya kebebasan seperti itu dan dipaksa oleh keadaan untuk tetap membuat sebuah keputusan. Namun ini semua tidak menjadi penyingkir fakta bahwa percobaan terkendali adalah metode terbaik sampai saat ini yang dirancang untuk menampakkan kebenaran tentang dunia, dan kita perlu menggunakannya kapan pun mereka dapat digunakan secara tepat. ***
0 komentar :
Posting Komentar