KECAP adalah makanan
yang terbuat dari kacang kedelai dan gula merah. Dalam sehari-hari kita selalu
bertemu dengan yang satu ini. Bukan makanan pokok, tapi menentukan. Bayangkan
jika tidak ada kecap, tentu Mi Ayam, Bakso, batagor dan sekian banyak makanan lainnya
menjadi hambar. Terkecuali mungkin untuk masakan Padang, kecap kurang
dibutuhkan disini.
Di pasaran kecap
bermacam rupa. Ada kecap manis, asin dan pedas. Peruntukannya sesuai kebutuhan
konsumen. Kemasannya pun berbeda pula. Mulai dalam bentuk kemasan sachet,
plastik, sampai pada botol kaca yang cantik bentuknya. Dan ini tentu berimbas
juga pada variasi harga di pasaran.
Namun ada satu jenis
kecap yang akhir-akhir ini mulai dijauhi masyarakat. Terutama para ibu-ibu di
dapur. Bukan karena rasanya yang tidak enak, tapi bikin eneg. Yakni kecap cap
politisi. Kecap politisi marak dijual menjelang hajatan politik. Mulai
dari Pileg, Pilpres, Pilkada bahkan sampai pada Pilkades. Imbas demokrasi.
Maklum negeri saya sebelumnya dilarang jualan banyak kecap oleh penguasa
otoriter. Dan ketika kran itu dibuka, ribuan kecap beredar di pasaran.
Sampai-sampai konsumen bingung pilih kecap yang mana.
Semua politisi mengaku
kecap mereka no 1. Tidak ada yang mau no 2, apalagi 3 dan seterusnya. Dengarlah
apa yang mereka dagangkan. Kita akan mudah terhipnotis dengan retorika
yang mereka sampaikan. Dan apabila sudah menang, beda lagi urusannya. Apakah
rasa kecap itu sesuai dengan yang diiklankan tidak peduli. Contohnya, ada yang
beriklan ; Katakan Tidak!! Pada korupsi! Tahu-tahu si bintang iklannya
keseret kasus korupsi dan digarap KPK. Hehe.. “Eaalaaahh..ketipu Aku!”, kata
Mbok Sri tulalit yang fanatik dengan kecap
ini karena kepincut bintang iklannya yang ganteng-ganteng.
Konsumen kecewa? Tidak
masalah. Toh jabatan yang diinginkan sudah diraih. “Selamat tinggal konsumen,
tunggu kami 5 tahun lagi eaaa..”, kira-kira itu yang diucapkan mereka di
belakang meja jati dan di atas kursi beludrunya. Hmmm..
Saat ini sepertinya
masyarakat sudah tidak peduli lagi dengan kemasan kecap. Yang penting, seperti
kata ibu-ibu di dapur, kehadiran kecap itu di tengah masakan mereka menambah
kelezatan masakannya. Jika tidak, akan mudah sekali mereka pindah kecap merek
lain. Tak ada yang melarang, ini negara bebas Bung!
Tidak ada yang salah
dengan kecap politisi. Karena memang pekerjaan mereka begitu. Tetapi akan jadi
masalah apabila jualan kecap mereka hanya sekadar omongan. Tidak ada
bukti nyata. Tidak terasa. Tak heran jika Rendra pernah mengatakan dalam
sajaknya bahwa perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mengumbar kecap berupa
kata dan janji amatlah mudahnya. Tapi melaksanakan itu yang butuh perjuangan.
Dan di dalam ajaran Islam, menepati janji adalah sebuah kewajiban kalau tidak
mau masuk ke dalam golongan munafik.
0 komentar :
Posting Komentar